#UninstallGojek, #Uninstall Grab, serta Budaya Homofobia dan Patriarki di Indonesia

Aplikasi ojek online telah menjadi sarana transportasi yang ramai digunakan khalayak masyarakat Indonesia selama beberapa tahun terakhir bahkan sampai mengurangi drastis pengguna angkutan umum lainnya seperti angkot atau ojek pangkal. Ada dua perusahaan ojek online besar yang saat ini bersaing di Indonesia yaitu GO-JEK dan Grab. GO-JEK merupakan perusahaan yang didirikan di Indonesia dan khusus digunakan di Indonesia, sedangkan Grab merupakan perusahaan yang berpusat di Singapura dan paling sering digunakan di Asia Tenggara. Kedua aplikasi ini digunakan oleh seluruh kalangan masyarakat mulai dari pelajar, pekerja, hingga lansia. Adanya aplikasi-aplikasi seperti GO-JEK dan Grab yang sangat mudah digunakan menjadikan berpergian efektif waktu dan uang.

Segala kelebihan dan kemudahan dari aplikasi ini bukan berarti luput dari masalah. Beberapa waktu yang lalu hastag #UninstallGojek dan #UninstallGrab menjadi trending topic di Twitter. Isu ini bermula dari seorang karyawan GO-JEK yang mengungkapkan dukungannya atas kampanye GoinALLin yang merupakan penghargaan pada para pengemudi GO-JEK yang beragam dan mempromosikan sikap yang penerimaan dan tidak mendiskriminasi semua orang termasuk kaum LGBT. Unggahan tersebut membuat banyak warganet marah dan resah sehingga memunculkan tagar #UninstallGojek. Banyak pihak kontra yang menyuarakan ketidaksetujuannya dengan menyangkut pautkan ajaran agama dan budaya Indonesia, dan merasa bahwa GO-JEK mempromosikan LGBT. Tetapi tidak sedikit juga warganet yang pro-LGBT dan tidak menemukan kesalahan dari GO-JEK mengeluarkan pendapat mereka tentang bagaimana sifat homophobia di Indonesia harus dihentikan dan juga membandingkan dengan perusahaan saingannya, Grab. Dari tahun 2017 hingga 2018 terdapat kasus-kasus pelecehan seksual yang dilakukan pengemudi Grab terhadap konsumen dan jumlahnya tidak sedikit. Akhirnya muncullah tagar #UninstallGrab sebagai pihak oposisi dari #UninstallGojek, keduanya menjadi tagar yang trending di Twitter selama beberapa hari.

Walaupun keduanya merupakan trending topic tetapi #UninstallGojek lebih ramai dibicarakan dan lebih menarik perhatian warganet, mengapa demikian? Mengapa kebanyakan masyarakat Indonesia lebih merasa resah dengan orientasi seksual orang lain yang tidak merugikan siapapun dibanding kasus pelecehan seksual yang jelas merugikan khususnya bagi para korban yang mengalami? Saya rasa Indonesia masih terjebak dengan jalan pikiran yang sempit, tertutup, dan tidak bisa menghargai perbedaan sesame manusia. Apakah dengan perusahaan GO-JEK yang mendukung keberagaman termasuk orientasi seksual akan mempengaruhi kualitas dari aplikasinya? Padahal kita sebagai pengguna hanya tinggal menikmati. Perlu juga disadari bahwa tidak semua orang memiliki pendapat dan memegang kepercayaan yang sama dengan kita. Mayoritas maupun minoritas, harus kita ingat bahwa semuanya memiliki hak asasi manusia yang harus dihargai.

Sementara itu, berkaitan dengan #UninstallGrab, sedikit melegakan untuk melihat ternyata masih banyak orang Indonesia yang open-minded. Banyak warganet yang mendukung kampanye GoinALLin tersebut dan menyampaikan keluh kesah terhadap kurangnya perhatian Grab untuk menyelesaikan masalah pelecehan seksual yang sering terjadi akhir-akhir ini. Tidak sedikit juga yang geram dengan sikap kebanyakan orang yang tidak terlalu peduli terhadap masalah ini dan lebih merisaukan LGBT. Walaupun mengecewakan, sebenarnya tidak mengejutkan juga bahwa reaksi dari masyarakat Indonesia seperti ini. Sejak dulu masalah ketidaksetaraan gender, patriarki, dan victim blaming merupakan hal yang dianggap normal, bahkan dibenarkan. Banyak wanita korban pelecehan dan kekerasan tidak berani bersuara karena takut dengan tanggapan-tanggapan orang yang bukannya mendukung tetapi malah menjatuhkan, menggampangkan, dan menganggap korban pantas mendapat perlakuan tersebut berdasarkan hal-hal yang dianggap “memprovokasi”. Hukum sosial dan kebiasaan di Indonesia membiarkan pelaku pelecehan bisa lepas dengan hukuman ringan sedangkan korban harus mendapat sanksi sosial dan hidup dengan trauma yang berat. Menurut saya keterbelakangan logika dan mindset dari kebanyakan masyarakat Indonesia perlu segera diperbaiki jika kita ingin Indonesia menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi semua orang.

Kesimpulannya adalah, bagaimanapun perbedaan dan keberagaman yang kita miliki, perlu diingat bahwa semuanya adalah sesama manusia yang sudah seharusnya diperlakukan dengan adil dan manusiawi. Hal ini sesuai dengan sila kedua pada Pancasila yang berbunyi:”kemanusiaan yang adil dan beradab.”

Daftar Pustaka

Hardiah, Sofiatul. 2018. #UninstalGojek atau #UninstallGrab? Opresi Terhadap Kelompok Marjinal. Diakses tanggal 7 November 2018, http://www.youthproactive.com/201810/perspektif/uninstall-gojek-grab-opresi-minoritas/

Leave a comment